Rabu, 10 Agustus 2016

Menerawang Kilas Perjalanan Ikatan

IMM Bangkalan kini telah memasuki usia ke-8tahunnya sejak berdiri (24 April lalu). Ikatan ini jika dianalogikan dengan seorang anakyang seusianya, pastinya anak itu telah mengenyam pendidikan awalnya di bangku sekolah dasar (SD). Masih tak berbalut dosa, gembira jika berangkat ke sekolah, dengan tas ransel yang “tertenteng” dipundaknya. Berkalung buku tabungan dengan beberapa lembar rupiah disakunya. Sekolah menjadi tempat kedua setelah rumahnya sendiri. Bertemu dengan banyak teman sebaya. Sungguh sangat menyenangkan bukan.


Kembali kepada sesuatu yang disimbolkan tadi, relevankah jika IMM Bangkalan kita analogikan bak siswa SD sebagaimana tergambar diatas? Tentunya para kader mempunyai versi tersendiri untuk menyikapi hal ini. Kita tidak berbicara romansa masa lalu, mengungkit-ngungkit cerita kenangan masa lampau yang seharusnya sudah “terpendam” dan “terkubur” dalam-dalam. Namun kenapa harus dibilang romansa ketika beberapa kader berdiskusi yang “nyerempet” kearah itu. Entahlah..., Usia SD mungkin yang cocok menjadi bahasan kita dalam tulisan “bebas” ini.

Dengan usia tersebut apakah IMM Bangkalan sudah mampu melihat masa depan?Ataukah asik berseragam dengan duduk manis mendengarkan celoteh sang guru? Pergolakan pemikiran sering berbenturan antar kader sesuai dengan pengamatan yang saya lakukan. Banyak sekali dari kakak-kakak, senior-senior, para pendahulu saya berpetuah dengan sangat percaya akan masa depan dengan berbuat begini maupun begitu. “Sang adik” asyik mendengarkan dengan kepala manggut-manggut, terkadang hanya menjadi angin yang lewat “jalan tol”di telinganya. Syukur-syukur jika petuah itu dilaksanakan oleh sang adik.Terhitung 6 Orang terpilih menjadi “otak utama”, bahasa kerennya intellectual actoryang sudah tidak diragukan lagi akan kemampuan, kompetensi, kapasitasnya dalam berjuang di Ikatan ini. Saya tidak membandingkan “kerja rodi” mereka, namun perlu juga dikoreksi akan sepak terjangnya. "Saya masih berada di dalam sistem, menjadi seorang pengurus. Tak elok memang jika harus dituliskan seperti ini, bisa-bisa nanti ditanya apa yang sudah anda perbuat selama ini.?. Jangan hanya bermodal kritik ?” Tapi boleh lah saya bercerita. Dari semenjak dikader (dalam Masta, DAD, dan “model” perkaderan lainnya) hingga kini, yang dulu ikatan ini masih “seumur jagung”, masih “berbau kencur” (awal-awal berdiri), sering saya mengkritik, berdebat panjang hingga larut malam. Tapi dari masa-masa itulah saya belajar menjadi anak SD yang berseragam duduk manis mendengarkan, namun penuh makna.

Para pendahulu tersebut banyak memberikan pemahaman dan saya disekolahkan hingga sekarang yang menggeser posisi mereka para pendahulu tersebut. Berada di tingkatan pimpinan sungguh sulit. Cerita yang agak “nyerempet” ke romansa itu kini sudah berbeda, keadaan pun berubah.

Saya masih ingat ketika salah satu aktor intelektual bercita-cita agar IMMawati di IMM Bangkalan banyak, dan saat ini terbukti IMMawati Bangkalan sudah mendominasi (secara kuantitas) kader IMM Bangkalan. Sebaliknya salah satu aktor intelektual pasca itu berkeinginan untuk melawan arus, krisis kader IMMawan menjadi salah satu soal. dan sekarang terjawab sudah dengan aktor saat ini, antara keduanya hampir dikatakan seimbang. Itulah sejarah.

Kembali ke analogi IMM sebagai anak usia SD tadi. Saat ini Ikatan sudah seharusnya mempunyai gambaran besar berwujud grand design kedepan, apa salahnya jika disusun sedemikian rapi dan dibukukan. Saya sedikit geli mendengarkan, ketika kader berdebat dengan seniornya akan “tupoksi” dirinya sebagai kader yang banyak sekali menimbulkan kegalauan kolektif, baik kader itu sendiri maupun seniornya. Sudah saatnya para kader di tingkat Komisariat mempunyai kemandirian intelektual, bukan kemandirian menjadi event organizer atau mengadakan acara sendiri saja, namun kemandirian dalam segi kemampuan berfikir, pengetahuan, experience, dan kemandirian intelektualitas lainnya.

Karena Ilmu merupakan modal utama kader IMM dalam bersinggungan dengan masyarakat luas. Self Confidence (Kepercayaan Diri) sudah seharusnya dipupuk, bukan diberi obat.Pemetaan kader harus dilihat dimana letak (zona) nyaman mereka terlebih dahulu, yang kemudian dikombinasikan dengan zona IMM. Jadi kenapa harus disalahkan jika senior maupun pengurus, bahkan kader sekalipun menerawang akan hal ini. Senior sebaiknya tidak menuntut kader harus berbuat ini dan itu, begini maupun begitu, seperti ini atau seperti itu, adatarget dan tujuan yang seharusnya di share, perbanyak bertemu dan berdiskusi.Ketidakhati-hatian dalam menerawang pun akan menjadi batu sandungan yang akan membuat kader jatuh. Tak cukup satu atau dua orang untuk menyusun pola tersebut. Perlu kader-kader yang mau bersusah payah memeras otaknya demi terealisasinya cita-cita tersebut. Timbul pertanyaan apakah IMM Bangkalan kesusahan dalam menyusun hal tersebut? Tentunya tidak. Kemauan dan beranggaplah bahwasannya hal ini penting, karena akan menjadi pilihan, penting atau tidak penting.

Penulis :
Didik Achmadi, ST
Ketua Bidang Hikmah PC IMM Bangkalan 2013-2014
Sekretaris Bidang Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat DPD IMM Jawa Timur 2013-2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar