Rabu, 10 Agustus 2016

Eksistensi IMM dalam Paradigma Abad 21

Merupakan suatu hal yang lumrah ketika “gelar” mahasiswa memperoleh diskursus penting dalam roda kehidupan bangsa. Sebagai kaum intelektual yang masih memegang teguh ideologinya, mahasiswa tidak enggan melibatkan dirinya dalam pergulatan kepentingan antara rakyat dan penguasa. Kiprah mahasiswa nampak begitu “elegan” tatkala dapat melumpuhkan rezim Soeharto (orde baru) tahun 1998 lalu.
Barangkali Itulah jejak rekam pergerakan mahasiswa yang sampai sekarang masih menjadi memori indah, kenangan indah di masa lalu, karenanya banyak dikenang sehingga acapkali melenakan  progresifitas pergerakan mahasiswa masa kini. Jika banyak yang menganggap kelumpuhan pergerakan mahasiswa saat ini dikarenakan keadaan yang sudah lebih baik dari masa perjuangannya dulu seiring perjuangan kemerdekaan dalam melawan kolonialisme maupun imperialisme, tentu hal tersebut adalah “salah”. Realitanya keadaan saat ini jauh lebih buruk daripada sekedar penjajahan tempo dulu. Mahasiswa yang seharusnya memiliki posisi urgen dalam  masyarakat justru menutup diri dari berbagai permasalahan kerakyatan, problematika sosial, hingga perekonomian, dan kebangsaan. Kepekaan sosial oleh kalangan mahasiswa mulai dan semakin menurun, berbanding terbalik dengan semakin meningkatnya penindasan terstruktur, yang oleh karenanya mampu mengelabui pemikiran kaum intelektual (mahasiswa) sekalipun.

IMM sebagai salah satu dari berbagai antologi organisasi kemahasiswaan di Indonesia juga mengalami stagnansi atau bahkan degradasi. Bila menilik jejak khittah IMM pasca resmi didirikan pada 14 Maret 1964 silam, IMM di awal berdirinya sudah langsung dihadapkan pada problematika kebangsaan yang ada pada masa itu seperti aksi perongrongan oleh PKI dan berbagai praktik kebijakan yang justru merugikan rakyat. IMM mampu tampil di garda terdepan diantara organisasi kemahasiswaan lainnya sebagai bentuk implikatif dari keberadaanya sebagai organisasi kemahasiswaan yang bernaung dalam Muhammadiyah. IMM menjadi kepanjangan tangan Muhammadiyah dalam mencapai tujuannya (Muhammadiyah), itulah yang kemudian menjadikan IMM sebagai organisasi perkaderan untuk mampu mencetak kader-kader terbaiknya guna mengawal dan mewujudkan kehidupan yang Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofur.

Pergerakan IMM pada tempo dulu nampak jelas, walaupun  dengan jumlah kader  yang masih sangat sedikit berbeda jauh dengan  kondisi saat ini. Realitas yang ada menunjukkan, jumlah kuantitatif kader  IMM yang ada belum diimbangi dengan kemampuan kualitatif yang mumpuni, sehingga walaupun kader IMM saat ini sangat banyak namun pergerakannya “tidak jelas”. Padahal jika dicermati, arah dan tujuan IMM sebetulnya cukup sederhana tetapi sulit untuk diwujudkan. Jangankan untuk pengabdian kepada masyarakat, persoalan intern organisasi seringkali harus terbentur pada konsistensi dan ke-mood-an fungsionarisnya, bahkan tidak jarang konflik yang tidak perlu dalam melakukan gerak organisasi harus terus berlarut dan menjadi stigma sejarah. Itu artinya para kader IMM sekarang tidak mampu untuk mengejawantahkan triloginya, pun dengan nilai dalam 6 (enam) penegasan IMM yang sudah jelas menjadi dasar, landasan dalam ber-IMM sekaligus merupakan arah daripada visi maupun misi pergerakan IMM.
Tidak dapat dipungkiri, peradaban bukanlah materi yang statis, melainkan bersifat dinamis dengan ragam perbedaan yang mencolok. IMM seyogyanya dapat mengiringi dinamisasi peradaban agar dapat menunjukkan eksistensinya sebagai organisasi intelektual berbasis islam dan kemasyarakatan. Begitupun dengan pergerakannya saat ini, IMM dalam usianya saat ini yang sudah tidak muda lagi (52 tahun) sedang berada di abad 21. Dunia abad 21 sering dilabelkan sebagai peradaban modern. Sebuah peradaban yang menjanjikan pola hidup manusia yang lebih nyaman, terbuka, dan serba cepat, disamping itu juga turut membawa ancaman berupa sekulerisasi, materialisasi, individualisasi, dan bahkan dekandensi moral. Hal tersebut sudah nampak jelas dihadapkan dan dihadapan para kader IMM sebagai problematika serta tantangan yang harus segera disikapi, dijawab oleh IMM.

Pada dasarnya IMM telah mempersiapkan diri dengan merumuskan beberapa koridor untuk mengahadapi berbagai tantangan zaman diawal kelahirannya. Bahkan tantangan abad 21 pun telah diantisipasi dengan merujuk pada identitas IMM yang telah jauh-jauh hari digagas. Setidaknya terdapat 6 (enam) pokok yang perlu dijadikan prinsip dalam pergerakan IMM dari masa ke masa, yaitu :

1. Sebagai kader harus didukung kualitas
2. Memadukan aqidah dan intelektualitas
3. Tertib daam ibadah
4. Tekun belajar
5. Ilmu amaliah amal ilmiah
6. Untuk kepentingan masyarakat

Keenam identitas IMM tersebut sebenarnya adalah penjabaran dari trilogi IMM, bahwasanya organisasi kemahasiswaan ini mendasarkan diri pada tiga ranah penting, yakni : religiusitas, intelektualitas, dan humanitas. Ketiganya saling berkorelasi dan berkesinambungan untuk membentuk manusia-manusia dengan kapabilitas intelegensi yang mumpuni, Pemikiran yang bersandar pada Islam, dan kemudian menjadi landasan dalam pergerakan ditengah umat. Dari sinilah terlihat perbedaan yang mendasar antara IMM terhadap organisasi kemahasiswaan lain. IMM menyadari betul urgensinya ditengah umat sehingga pergerakannya amat ditunggu dan dinanti oleh umat ditengah kebingungan menghadapi paradigma peradaban abad 21. 

Gerakan intelektual IMM menjadi vitamin dan suplemen yang tepat dalam menghadapi pergolakan zaman yang semakin menggencarkan teologi pembebasan. Perang yang saat ini dihadapi IMM bukanlah perang fisik, melainkan perang pemikiran. Karena itu sudah seharusnya kader IMM membekali diri dengan amunisi ilmu dan pengetahuan yang terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, namun tetap dalam koridor keislaman. Jangan sampai kader IMM terkecoh oleh propaganda yang bertolak belakang dengan visinya diakibatkan oleh kurangnya kapabilitas mereka dalam segi intelektual.

Perjuangan IMM menghadapi gempuran modernitas abad 21 tidak cukup hanya dengan wacana. Bila kita analogikan dalam sebuah peperangan, penyusunan strategi memanglah penting sebagai langkah awal menghadapi musuh. Namun yang lebih penting dari sekedar strategi dalah action. Bagaimana menguatkan keberanian dan mental agar dapat menakuti musuh dan menyambut kemenangan. Begitupun dengan IMM, strategi yang sudah ada dalam tiap diskusi maupun kajian jangan sampai berhenti hanya pada tataran wacana, melainkan harus berlanjut, diteruskan dengan langkah praksis. Sehingga tercapai tujuan IMM yakni mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah, yakni terbentukya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Penulis :
Nisa'ul Maghfiroh
Sekretaris Umum PC IMM Bangkalan 2015-2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar