Rabu, 10 Agustus 2016

Kader dan Perkaderan Ikatan

Manusia dan Kader Ikatan
Hakikat penciptaan manusia sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Adh-Dhariyat ayat 56 yang berbunyi “dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”, sejatinya menerangkan bahwa apa-apa saja yang diciptakan Allah SWT di muka bumi adalah dalam rangka beribadah, mengabdi pada Allah SWT. Bahkan seisi dunia,
alam semesta, semua unsur dan zat yang terkandung didalamnya beribadah kepada Allah SWT, dengan caranya masing-masing tentunya. Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dengan berbekal akal dan nurani (qalbu) yang senantiasa saling berkaitan, selaras dan menyelaraskan harus mampu menyadari tujuan hidupnya, kebenaran dari pertanyaan “mengapa saya ada di dunia ini ?” Akal senantiasa merasionalkan suatu perkara dengan nalar dan logikanya harus mampu selaras dengan hati (nurani, qalbu) dalam menentukan tindakan, penentuan keputusan, terutama dalam konteks mengabdi, beribadah pada Allah SWT.

Kontekstual mengabdi, bisa pula diartikan lebih jauh, sebagaimana Al-Qur’an yang berisi tentang kabar gembira serta peringatan, mengabdinya manusia pun dapat kita artikan demikian, manusia untuk memberikan kabar gembira sekaligus membawa ancaman (peringatan). Sebagai pembawa berita gembira, manusia harus senantiasa mampu menyejukkan, senantiasa ber-fastabiqul khoirot. Sebagai permisalan adalah tentang kehadiran anak di dunia, maka ia tentu lahir dengan berbagai kabar gembira, generasi pemimpin dari keluarga, ia bisa menuntun keluarganya (orang tua) dalam kehidupan yang lebih baik, secara duniawi maupun akhirat, tentunya dengan didikan dan sifat serta sikap yang baik. Namun, di sisi lain ia tentu merupakan peringatan, sebab bilamana ia tidak terdidik dengan baik, ia dapat menyeret orang tuanya menuju murkanya Allah dan tempat paling buruk (neraka).

Kader yang merupakan seseorang yang telah teruji kompetensinya berkat tempaan, binaan, penggemblengan yang sedemikian rupa dalam sistem dan proses perkaderan tentunya tidak hanya sekedar mengerti dengan visi organisasi, tidak sekedar sepakat dengan nilai-nilai organisasi, tapi lebih dari itu, ia harus mampu menginternalisasikan visi, misi, dan nilai-nilai organisasi dalam dirinya, dalam jiwanya sehingga apa yang ia perbuat akan selalu berdasar pada nilai luhur organisasi, membawa organisasi lebih baik, dan tentu akan menjadi representasi dari organisasinya.

Sebagai manusia, terlebih sebagai umat muslim yang mengakui diri sebagai pengikut Muhammad SAW, sosok yang tak pernah tergeser dari tokoh paling berpengaruh nomor satu di dunia (versi TIME), maka haruslah menyadari arti hidupnya, tujuan hidupnya,misinya dalam mengabarkan berita baik dan peringatan.
Dalam organisasi, kader merupakan faktor yang sangat “vital”dalam keberlangsungan hidup organisasi tersebut, termasuk terhadap image organisasi bagi masyarakat luas, terlebih bagi organisasi perkaderan. Apa-apa saja yang senantiasa dilakukan oleh kader acapkali merupakan cerminan kualitas organisasi yang merupakan kawah candradimuka pembentukan kader.

Kader sejatinya pun memiliki peran penting sebagai penerus tongkat estafet kepemimpinan. Maka kader sudah sepatutnya mendapatkan pembinaan sedemikian rupa untuk siap sedia dalam memangku amanah, mengemban tanggungjawabnya sebagai hamba Allah SWT untuk mengabdi, beribadah pada-Nya, sekaligus sebagai makhluk sosial yang harus mampu membawa gembira dan senantiasa saling memberika peringatan, untuk perubahan lebih baik tentunya, juga dalam mengemban amanah kepemimpinan untuk bejalannya dinamisasi roda organisasi tentunya.

Internalisasi nilai-nilai, visi, dan misi ikatan oleh kader tentunya akan memunculkan kesadaran kader untuk mengupayakan terealisasinya, terimplementasikannya apa-apa yang telah digariskan ikatan dalam setiap hembusan nafas kader tersebut, setiap gerak-geriknya, pada tutur katanya, hingga pula karakter dan kepribadiannya.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) melalui 6 (enam) penegasannya, juga lewat triloginya dirasa telah mampu menyasar berbagai linikehidupan. Kader yang telah matang akan mampu menjawab tantangan-tantangan yang hadir dengan bekal keilmuannya sebagai kaum intelektual. Kader  IMM yang kemudian dihadapkan pada urgensi dirinya sebagai kader umat, kader bangsa, dan kader persyarikatan harus mampu mengejawantahkan nilai-nilai luhur, visi, dan misi IMM sehingga ia akan mampu hadir sebagai “paket komplet” dalam menjawab problematika dan tantangan umat, bangsa dan regenerasi serta keberlangsungan persyarikatan.

Sebagai kader yang telah melalui berbagai proses tempaan, telah “digodok” dalam kawah candradimuka haruslah memahami pula hakikat penciptaan sehingga nafas persyarikatan, ghirah ikatan, nilai-nilai luhur, dan dasar-dasar serta visi-misi ikatan akan senantiasa linear dan senada dengan misi manusia itu sendiri untuk hadir sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan ralam rangka pengabdiannya pada Sang Illah, Allah SWT.

Kaderisasi Ikatan
Ketika memandang sebegitu besarnya harapan dan goal target dari seorang kader ikatan maka tentunya harus diselaraskan, disesuaikan dengan sistem dan proses kaderisasi di ikatan itu sendiri. IMM yang telah merumuskan Sistem Perkaderan Ikatan (SPI) pada 2010 lalu (diresmikan SK 2011) di satu sisi telah dianggap mampu dalam menggariskan kebijakan-kebijakan, alur, proses, dan mekanisme perkaderannya.
Namun, sekali lagi, buang jauh-jauh rasa puas, buang ke laut perasaan jumawa, perkaderan di ikatan tercinta yang beridi pada 14 Maret 1964 ini masih begi “semrawut”, masih belum tertata rapi (sesuai SPI) faktanya, meskipun begitu indak dinarasikan dan dideskripsikan dalam SPI. Sistem keinstrukturan pun terkadang masih mengalami banyak kendala.

Banyak tugas rumah IMM yang terlebih karena klaimnya sebagai organisasi perkaderan, maka IMM harus mampu benar-benar membentuk suatu sistem perkaderan yang ideal sehingga dapat mewujudkan proses perkaderan yang berkualitas, output-nya tentu berupa kompetensi kader ikatan sendiri, ia tentu akan siap mengemban amanah dan tanggungjawab sebagai kader umat, bangsa, dan persyarikatan.

Blueprint ataupun grand design perkaderan ikatan harus mampu diejawantahkan sebagai sistem perkaderan di tiap tingkatan pimpinan hingga mampu menjadi kader yang benar-benar matang, instruktur harus benar-benar mampu menafsirkan dan memahami granddesign perkaderan hingga mampu mewujudkan IMM sebagai intellectual capital serta social capital secara nyata. Kader harus memegang prinsip “haus ilmu, lapar pengetahuan” sehingga IMM sebagai gerakan intelektual dengan tujuannya untuk mengusahakan terbentuknya akademisi islam yang berakhlak mulia demi tercapainya tujuan Muhammadiyah akan semakin mengokohkan dirinyam semakin menahbiskan dirinya sebagai organisasi yang memang “anggun dalam moral dan unggul dalam intelektual”, bukan sekedar slogan semata.

SPI yang telah disusun perlu untuk ditransformasikan dan diinternalisasikan pada tiap-tiap pimpinan, pada seluruh instruktur, mulai dari tataran pusat, hingga “akar rumput” komisariat sebagai bentuk pemerataan frame, penyatuan pandangan terkait perkaderan ikatan. Sehingga perkaderan ikatan tidak semena-mena menjadi ajang “formalitas” untuk menjadi kader, ajang “formalitas” untuk bisa duduk sebagai pimpinan, ajang “formalitas” untuk bisa dibilang “aktivis”, tapi lebih dari itu supaya benar-benar tercipta intelektual Muhammadiyah, kader sejati, seorang akademisi islam dengan akhlak mulia dan siap mengemban tanggungjawab serta amanah umat, bangsa, pun persyarikatan.

Penulis :
Ubay Nizar Al-Banna
Ketua Bidang Organisasi PC IMM Bangkalan 2015-2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar